Antrian kendaraan di gerbang tol Pasteur, Kota Bandung, menuju pusat kota Bandung pada akhir pekan |
Saat ini kota-kota di Indonesia sedang mengalami pertumbuhan yang pesat di segala bidang dan memunculkan berbagai dampak masalah perkotaan, termasuk transportasi. Salah satu contohnya yaitu Kota Bandung, yang kini sedang menghadapi masalah kemacetan yang parah. -Kota Bandung merupakan kota yang potensi wisatanya tinggi (terutama pada wisata belanja dan wisata alam).-
Setiap hari, seluruh pengendara di Kota Bandung, baik penduduknya maupun orang-orang yang berkunjung ke Kota Bandung, harus menghadapi kemacetan yang parah karena tingginya volume lalu lintas di jalanan kota yang tidak mampu dibendung oleh jaringan jalan kota Bandung yang ada. Salah satu ruas jalan kota Bandung yang sering macet adalah Jalan Tol Pasteur -bagian dari tol Purbaleunyi yang menjadi akses utama menuju kota Bandung- dan Jalan Dr.Djundjunan, yang menjadi arteri utama di Kota Bandung dari jalan tol Pasteur. Jalan ini sangat sering mengalami kemacetan, terutama pada waktu pergi kerja, pulang kerja (sore hari), dan akhir pekan (Sabtu-Minggu) -dimana para pengunjung dari luar Bandung masuk ke kota Bandung melalui jalan-jalan ini untuk berlibur-.
Pada akhir pekan, jalan tol Pasteur ini pasti akan macet sepanjang hampir 4 km dari simpang Tol Pasteur (tugu "Bandung Capital of Asia-Africa"), ditambah ruas Jln. Dr.Djundjunan yang penuh sesak oleh kendaraan yang akan mengarah ke dalam kota Bandung. Jalan-jalan ini diisi oleh para pengendara yang akan berlibur di Bandung, baik di Kota Bandung, kawasan Dago, maupun kawasan Lembang. Sudah banyak tindakan yang dilakukan oleh petugas yang berwenang (Polisi Lalu Lintas Kota Bandung, Dinas Perhubungan Kota Bandung, dan Jasa Marga -pengelola tol Purbaleunyi-) untuk mengurangi tingkat kemacetan di Kota Bandung pada masa akhir pekan, diantaranya mengalihkan pengguna tol Purbaleunyi yang akan masuk ke Pasteur untuk keluar di Gerbang Tol Baros (Cimahi) atau Gerbang Tol Pasir Koja, mengadakan sistem 4 in 1 (4 orang dalam 1 kendaraan), pengalihan arus lalu lintas di dalam Kota Bandung untuk mengurangi lalu lintas di Jl. Dr.Djundjunan, peningkatan kapasitas Namun, tindakan-tindakan itu bersifat sementara mengurangi kepadatan di jalan tol Pasteur. Kita membutuhkan solusi jangka panjang agar lalu lintas di jalan tol Pasteur-Jl. Dr.Djundjunan ini lebih lancar walaupun kepadatannya cukup tinggi -dan juga untuk semua ruas jalan di Kota Bandung lainnya-.
Beberapa solusi atas permasalahan ini
Tidak ada masalah yang tidak bisa diselesaikan, benar? Yap. Di masa-masa sekarang, teknologi yang ada bisa sangat membantu kita dalam memecahkan masalah-masalah yang ada, salah satunya masalah kemacetan di Jln. Tol Pasteur ini. Ada beberapa solusi yang masih bisa dilakukan untuk mengatasi kemacetan di Jalan Tol Pasteur ini.
1. Membangun underpass/flyover di Simpang Tol Pasteur
Simpang Tol Pasteur merupakan titik kemacetan bagi lalu lintas dari dan ke Jalan Tol Pasteur karena banyaknya kendaraan yang melintasi simpang ini. Untuk mengurangi tingkat kepadatan di simpang ini, kita bisa membangun underpass dari Jalan Tol Pasteur ke Jl. Dr.Djundjunan melewati simpang tol Pasteur ini, sehingga arus lalu lintas dari dan ke Jalan Tol Pasteur bisa melewati underpass ini tanpa harus berhenti di simpang tersebut. Atau bisa juga membangun flyover yang melewati simpang tersebut sebagai ganti dari underpass. Jika kondisi dan lahan yang ada masih memungkinkan, flyover Simpang Tol Pasteur bisa disambungkan ke flyover Pasopati untuk menghindari padatnya Jl. Dr.Djundjunan.
2. Membangun Akses Tol Purbaleunyi menuju Lembang, atau membuat jalan tol baru menuju Lembang dari Subang.
Sebagian wisatawan yang keluar tol Purbaleunyi melalui Jalan Tol Pasteur akan mengunjungi Lembang, sehingga jalan lintas Bandung-Lembang seringkali dipenuhi kendaraan yang mengarah ke Lembang (atau Bandung pada masa akhir liburan). Oleh karena itu, pembangunan akses tol Purbaleunyi menuju Lembang diyakini akan mengurangi tingkat kepadatan Jalan Tol Pasteur. Namun, saya menganjurkan untuk memulai pembangunan akses tol Lembang ini di kawasan Cikamuning (KM 116) atau Padalarang Barat (KM 118-120), karena jika memaksakan untuk memulai pembangunan akses tol dari Simpang Susun Padalarang Timur (KM 121), akan susah untuk mengatur lahan yang ada di sekitar simpang susun tersebut karena sudah dipadati bangunan-bangunan. Memang akses tol ini menembus daerah pegunungan/perbukitan di bagian barat Lembang atau di bagian timur tol Purbaleunyi, namun dengan memanfaatkan teknologi yang ada, pasti bisa membangun akses tol ini melintasi kawasan pegunungan. Toh, tol Purbaleunyi (segmen Cipularang) juga dibangun melintasi pegunungan kan? Dulu aja jalan tol bisa dibangun melintasi pegunungan, apalagi sekarang dengan teknologi yang mutakhir.
Salah satu alternatif rute tol baru yang bisa dipakai adalah Subang-Lembang. Rute ini cukup strategis karena menghubungkan banyak kawasan wisata, seperti Ciater, Tangkuban Parahu, Cikole, dan Subang. Selain itu, rute ini juga akan mengurangi kepadatan di Jalan Tol Purbaleunyi karena para wisatawan bisa masuk ke Lembang tanpa harus masuk melalui tol Purbaleunyi, sekaligus menambah daya tarik Jalan Tol Cipali, yang belakangan ini kurang menarik karena akses keluar-masuk tol yang sedikit, ditambah kebanyakan akses tol Cipali bukan daerah wisata.
3. Melakukan integrasi dan perbaikan pelayanan transportasi umum di Kota Bandung
Transportasi umum merupakan solusi jangka panjang permasalahan kemacetan yang paling ampuh. Namun, hanya sedikit yang memanfaatkan transportasi umum di kota Bandung. Salah satu alasannya adalah karena transportasi umum Bandung tidak terintegrasi (bekerja sama dalam satu sistem) sehingga para penggunanya acapkali melakukan transaksi armada transportasi umum yang berbeda-beda untuk tiba di satu tujuan. Hal ini sangat membuang-buang waktu, terutama jika jalan-jalan di Kota Bandung sedang macet-macetnya. Oleh karena itu, diperlukanlah integrasi transportasi umum agar para penggunanya tidak lagi harus melakukan transaksi berkali-kali untuk menggunakan transportasi umum yang berbeda-beda, yang jelas akan menghemat waktu dan uang. Misalnya, di DKI Jakarta, sedang dilaksanakan program OkeOce yang membuat para pengguna transportasi umum bisa berpindah transportasi umum agar bisa tiba di tujuannya dengan hanya sekali transaksi.
Layanan transportasi umum juga harus bisa membuat nyaman para penggunanya, agar mereka betah menggunakan transportasi umum -daripada harus bermacet-macetan menggunakan kendaraan pribadi dan capek-. Misalnya penambahan fasilitas AC pada bus kota, atau pembenahan angkutan kota (angkot), atau dengan pembenahan terminal angkutan umum. Pembenahannya bisa dengan penambahan fasilitas, atau perombakan sistem layanan transportasi umum menjadi lebih mobile (misalnya angkutan online seperti Go-Jek dan Grab), atau integrasi.
4. Membangun sarana transportasi umum tambahan
Memang transportasi umum di Bandung dinilai masih kurang, oleh karena itu sarananya bisa ditambah agar jaringan transportasi umum di Bandung semakin luas dan baik. Misalnya pembangunan light rapid transit /LRT (yang DKI Jakarta sedang bangun), atau mass rapid transit/MRT, membangun tram atau kereta kecil yang berjalan di jalan raya, optimalisasi stasiun kereta api di Bandung, atau bandara Husein Sastranegara dengan pembangunan terminal baru, serta pembangunan jalur khusus bus Trans-Bandung Raya (yang armada busnya ada namun jalurnya masih menggunakan jalur konvensional yang sering macet) -seperti sistem busway di Jakarta-.
Saat ini Kota Bandung melaksanakan pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, dan diharapkan setelah kereta cepat ini beroperasi, kepadatan di Jalan Tol Pasteur (dan Purbaleunyi pada umumnya) bisa berkurang cukup besar, karena kereta cepat ini bisa mengantarkan para penggunanya dari Jakarta ke Bandung (dan sebaliknya) dengan sangat cepat dan menjamin kenyamanan para penggunanya.
5. Membatasi penjualan kendaraan bermotor
Ini merupakan solusi yang jitu walaupun resikonya besar, karena kebutuhan akan kendaraan masih sangat besar, ditambah lagi dengan banyaknya pekerja di bidang penjualan kendaraan bermotor karena jika penjualan kendaraan bermotor menjadi sedikit, mereka akan cepat bangkrut dan akhirnya meningkatkan tingkat pengangguran. Saya yakin, jika solusi nomor 3 dan 4 di atas terlaksana, jumlah kendaraan bermotor bisa dibatasi penambahannya tanpa harus menambah tingkat pengangguran (karena pembangunan transportasi umum juga membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat, terutama pekerja di penjualan kendaraan bermotor).
6. Menerapkan electronic road pricing / ERP
Electronic road pricing (ERP) adalah sistem penarifan jalan raya yang mutakhir. Berkat ERP ini para pengendara bisa membayar tarif jalan raya tanpa harus berhenti di setiap gerbang (pada sistem jalan tol di Indonesia saat ini). Ditambah lagi, jika ERP menerapkan sistem tarif progresif (tarif semakin mahal jika jalannya padat), pengguna jalan akan mencari alternatif jalan lain menghindari jalan dengan ERP untuk menuju satu tempat, dan jalan yang menerapkan ERP akan mudah terurai antriannya, meningkatkan tingkat kelancaran jalan tersebut.
Demikianlah beberapa solusi yang bisa saya sampaikan untuk mengurangi kemacetan di Jl. Tol Pasteur-Jl. Dr.Djundjunan ini, dan semoga saja semuanya bisa terwujud dalam waktu yang dekat. Amin.
Atas perhatiannya, saya mengucapkan terima kasih.
Susah untuk akses tol soalnya daerah pegunungan
BalasHapusTol Purbaleunyi juga melintasi pegunungan kok, dia aja bisa dibangun, masa tol ini tidak bisa? Untuk harga mungkin sih, tapi ya bisa saja disiasati pemerintah
Hapus